Penulis : Andri Nurohmi*)
Manchester United adalah nama yang begitu melekat dalam sejarah sepak bola, bukan hanya di Inggris tetapi di seluruh dunia. Dikenal dengan prestasi gemilang dan basis penggemar yang loyal, klub ini pernah merajai kompetisi Premier League dan bahkan Eropa. Di bawah asuhan Sir Alex Ferguson, Manchester United mencetak rekor-rekor yang sulit dipecahkan, mendominasi lapangan dengan permainan yang cemerlang, strategi yang matang, dan mental juara yang kuat. Namun, seiring berjalannya waktu dan berubahnya era, kejayaan tersebut mulai memudar. Kini, bagi sebagian orang, kemenangan United dianggap sebagai hasil keberuntungan, bukan lagi bukti kehebatan.
Pada masa Sir Alex, Manchester United mengukir berbagai gelar, mulai dari Premier League, Liga Champions, hingga berbagai piala domestik lainnya. Di era ini, Manchester United tidak hanya dicintai oleh para penggemarnya tetapi juga dihormati oleh para lawan dan pecinta sepak bola secara global. Tim ini memiliki gaya permainan yang khas: agresif, cepat, dan selalu mengincar kemenangan. Pemainpemain besar seperti Eric Cantona, David Beckham, Ryan Giggs, hingga Wayne Rooney pertama kali menjadi sorotan dunia berkat penampilan cemerlang mereka bersama Setan Merah.
Namun, semua berubah ketika Sir Alex pensiun pada 2013. Meski meninggalkan warisan yang kaya, penggantinya kesulitan untuk menjaga konsistensi dan standar yang telah ia tetapkan selama lebih dari dua dekade.
Setelah Ferguson, Manchester United memasuki fase ketidak pastian. Sejumlah pelatih datang dan pergi, mulai dari David Moyes, Louis van Gaal, Jose Mourinho, hingga Ole Gunnar Solskjaer, namun tak ada yang benar-benar berhasil mengembalikan United ke kejayaannya. Meskipun klub ini masih memiliki daya tarik finansial dan mampu menarik pemain-pemain bintang, hasil yang konsisten di lapangan tampak sulit dicapai. Klub ini mulai kehilangan identitas yang dulu kuat, dan seiring dengan itu, kritik terhadap Manchester United pun semakin keras.
Fans dan pengamat menyadari bahwa klub sebesar United seharusnya mampu bersaing di level tertinggi, tetapi kenyataannya justru berbeda. Meskipun sering diharapkan untuk tampil gemilang, performa United belakangan ini sering dianggap tak sesuai ekspektasi. Ketika kalah, kritik datang bertubi-tubi. Namun, ketika menang, banyak yang menganggap hasil tersebut hanyalah keberuntungan semata, bukan buah dari permainan yang solid.
Stigma bahwa kemenangan Manchester United hanyalah kebetulan atau keberuntungan tentu tak muncul begitu saja. Banyak penggemar dan kritikus menilai bahwa klub ini masih mencari-cari bentuk permainan yang sepadan dengan masa kejayaannya. Sering kali, kemenangan diraih dengan cara yang dianggap kurang meyakinkan atau karena keberhasilan satu-dua pemain dalam momen krusial, bukan hasil dari permainan tim yang kohesif.
Di era di mana klub-klub seperti Manchester City, Liverpool, dan Chelsea tampil dengan identitas yang jelas, United seakan tertinggal. Klub ini memang masih memiliki daya tarik komersial yang kuat, tetapi di lapangan, mereka tampak kehilangan ketajaman dan konsistensi. Setiap kemenangan terasa seperti sebuah kejutan, dan ketika hasil tersebut tak didapat dengan dominasi yang meyakinkan, munculah narasi bahwa kemenangan United semata-mata “beruntung.”
Sebagai klub dengan sejarah besar, United dihadapkan pada tekanan yang tak pernah berhenti. Ekspektasi dari para fans dan media mengharuskan mereka selalu berada di puncak, namun realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya. Bagaimana pun juga, stigma “hanya beruntung” ini sangat merugikan bagi citra United sebagai tim raksasa. Tekanan untuk tampil lebih baik dan membuktikan diri sebagai tim yang solid harus segera dijawab, baik melalui perubahan strategi, kebijakan transfer, maupun manajemen yang lebih stabil.
Bagi penggemar yang setia, ada harapan besar bahwa suatu hari nanti United akan kembali ke masa kejayaannya, menjadi tim yang tak hanya menang, tetapi menang dengan cara yang meyakinkan. Klub ini butuh waktu, konsistensi, dan mungkin sedikit keberuntungan dalam menemukan kembali identitasnya. Namun, lebih dari itu, Manchester United perlu menunjukkan bahwa mereka bukan hanya sekadar beruntung, tetapi masih layak disebut sebagai salah satu raksasa yang dihormati di dunia sepak bola.
Pada akhirnya, meski sekarang kerap dianggap hanya beruntung ketika menang, Manchester United tetaplah klub dengan sejarah besar yang tak bisa diabaikan. Dengan manajemen yang solid dan strategi yang tepat, bukan tak mungkin suatu saat United akan kembali menjadi raksasa sejati, yang tak hanya dicintai, tetapi juga dihormati.
***
*) Penulis adalah Mahasiswa Universitas Lampung
**) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kopinspirasi.com
Discussion about this post