Oleh: Insania Nia
Mediasi merupakan fasilitas Pengadilan Agama dalam rangka menyelesaikan sengketa di luar Pengadilan, namun demikian, acap kali ditemukan fenomena kasus yang tidak kunjung selesai dari penanganan mediasi.
Lahirnya mediasi pada pengadilan melalui Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016, merupakan penegasan ulang terhadap PERMA sebelumnya yaitu PERMA Nomor 1 Tahun 2008. Dilatar belakangi dengan penumpukan perkara di lingkungan peradilan terutama dalam perkara kasasi, mediasi diharapkan menjadi instrumen efektif dalam proses penyelesian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.
Mediasi telah tumbuh dan berkembang sejalan dengan tumbuhnya keinginan manusia menyelesaikan sengketa secara cepat dan memuaskan terhadap kedua belah pihak. Sebenarnya manusia secara lahiriyah tidak menghendaki dirinya bergelimang dengan konflik dan persengketaan dalam ruang waktu yang lama. Manusia berusaha untuk menghindar dan keluar dari konflik, meskipun konflik tidak mungkin dihilangkan dari realitas kehidupan manusia.
Pencarian pola penyelesaian sengketa terus dilakukan manusia, dalam rangka memenuhi keinginan fitrahnya untuk hidup damai, aman, adil, dan sejahtera. Konflik yang terjadi antar manusia cukup luas dimensi dan ruang lingkupnya, dapat saja terjadi dalam wilayah publik maupun wilayah privat. Konflik dalam wilayah publik terkait erat dengan kepentingan umum, dimana Negara mempunyai peran untuk menyelesaikan kepentingan umum tersebut.
Penyelesaian damai terhadap sengketa atau konflik dengan melalui mediasi merupakan suatu hal yang diharapkan. Cara ini dipandang lebih baik dari pada penyelesaian dengan cara kekerasan atau bertanding (contentious) karena hal seperti itu tidak memberikan nilai positif bagi mereka bahkan memberikan dampak buruk, maka dicarilah jalan keluarnya melalui jalan damai terhadap sengketa ataupun konflik yang ada.
Bagi pengadilan agama yang menangani perkara-perkara keluarga (ahwal al syakhsiyyah) yang didominasi oleh perkara-perkara perceraian, mediasi memberikan keuntungan semakin bervariasinya, bentuk-bentuk upaya damai yang dapat ditawarkan untuk menghindari terjadinya perceraian. Sejauh ini telah ada upaya damai yang dilakukan oleh hakim selama memeriksa perkara, upaya damai oleh hakam yakni pihak keluarga, khusus dalam perkara siqaq.
Dengan adanya mediasi, maka upaya damai sebelum perceraian benar-benar terjadi menjadi semakin kokoh. Kedudukan perdamaian atau upaya damai sebelum perceraian lebih lanjut, ditegaskan dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia: Pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 10 Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1975 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 11 Pasal 65 dan pasal 82 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Praktek mediasi yang selama ini berjalan di Pengadilan Agama pada akhirnya menyisakan problematika tersendiri, inikah model pelaksanaan mediasi yang dikehendaki oleh peraturan 13 Al-Quran sebagai sumber hukum Islam telah mengatur berbagai cara untuk menangani konflik di dalam hubungan antar manusia.
Penyelesaian konflik itu dilakukan untuk menegakkan keadilan yang ditangani melalui lembaga peradilan (al-qadha) dan di luar pengadilan (out of court settlement). Mediasi di dalam Islam, familier dengan sebutan ishlah; merupakan konsep yang dijelaskan di dalam al-Quran; sebagai media dalam menyelesaikan konflik yang dapat menghilangkan dan menghentikan segala bentuk permusuhan dan pertikaian antar manusia.
***
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kopinspirasi.com
*) Kirim tulisan kamu ke alamat e-mail: Â redaksi@kopinspirasi.com
**) Ikuti artikel terbaru Kopinspirasi di Google News dengan cara klik link ini dan jangan lupa difollow.
Discussion about this post