Susunan Pembentukan Raperda Penggabunag Wilayah yang Terdampak Lumpur Lapindo

Redaksi

Susunan Pembentukan Raperda Penggabunag Wilayah yang Terdampak Lumpur Lapindo
Gambar: Doc. Istimewa

Oleh: Ahmad Aulia Rahman*)

Pembentukan peraturan daerah (perda) merupakan wujud kewenangan yang diberikan kepada pemerintahan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah menjadi salah satu alat dalam melakukan transformasi sosial dan demokrasi sebagai perwujudan masyarakat daerah yang mampu menjawab perubahan yang cepat dan tantangan pada era otonomi dan globalisasi saat ini serta terciptanya good local governance (manajemen pemerintah yang solid, akuntabel, berdasarkan pada prinsip pasar yang efisien, mampu mencegah korupsi baik secara politis maupun administrative) sebagai bagian dari pembangunan yang berkesinambungan di daerah.

Atas dasar itu pembentukan peraturan daerah harus dilakukan secara taat asas. Agar pembentukan perda lebih terarah dan terkoordinasi, secara formal telah ditetapkan serangkaian proses yang harus dilalui yang meliputi proses perencanaan, proses penyusunan, proses pembahasan, proses penetapan dan pengundangan.

Salah satu yang harus mendapatkan perhatian khusus oleh organ pembentuk perda adalah proses perencanaan, pada proses ini sangat membutuhkan kajian mendalam, apakah suatu pemecahan permasalahan di daerah harus diatur dengan perda atau cukup dengan bentuk produk hukum daerah lainnya.

Tahapan Perencanaan

Sebelum penyusunan peraturan daerah (perda), dilakukan proses perencanaan penyusunan perda dalam suatu Program Legislasi Daerah (Prolegda). Dalam Pasal 1 angka 10 UU Nomor 12 Tahun 2011, disebutkan bahwa pengertian prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.

Selanjutnya pada Pasal 239 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa perencanaan penyusunan perda dilakukan dalam program pembentukan perda (Propemperda). Ada 2 (dua) istilah dalam penyebutan perencanaan penyusunan perda, yaitu Prolegda (sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2011) dan Propemperda (sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014). Walaupun istilahnya berbeda tetapi memiliki pengertian yang sama.

Adapun proses penyusunan Propemperda sebagaimana diatur dalam Pasal 239 UU Nomor 23 Tahun 2014, adalah:

1. Perencanaan penyusunan perda dilakukan dalam program pembentukan Perda.
2. Program pembentukan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh DPRD dan kepala daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan perda.
3. Program pembentukan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
4. Penyusunan dan penetapan program pembentukan Perda dilakukan setiap tahun sebelum penetapan rancangan perda tentang APBD.
5. Dalam program pembentukan perda dapat dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas:

a. Akibat putusan Mahkamah Agung; dan
b. APBD.

6. Selain daftar kumulatif terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dalam program pembentukan perda Kabupaten/Kota dapat memuat daftar kumulatif terbuka mengenai:

a. Penataan Kecamatan; dan
b. Penataan Desa.

7. Dalam keadaan tertentu, DPRD atau kepala daerah dapat mengajukan rancangan perda di luar program pembentukan Perda karena alasan:

a. Mengatasi keadaan luar biasa, keadaaan konflik, atau bencana alam;
b. Menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain;
c. Mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu rancangan Perda yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang pembentukan Perda dan unit yang menangani bidang hukum pada Pemerintah Daerah;
d. Akibat pembatalan oleh Menteri untuk Perda Provinsi dan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk Perda Kabupaten/Kota; dan
e. Perintah dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi setelah program pembentukan Perda ditetapkan

Selanjutnya pada Pasal 32 sampai dengan Pasal 41 UU Nomor 12 Tahun 2011 mengenai Program Legislasi Daerah merupakan landasan yuridis terkait mekanisme koordinasi yang baik antara instansi di lingkungan pemerintah daerah dalam penyusunan peraturan daerah, maupun antara pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Khusus di lingkungan DPRD Kabupaten/Kota, kedudukan alat kelengkapan dewan, yaitu Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) sangat penting, karena badan ini yang diharapkan dapat menampung aspirasi, baik yang berasal dari komisi-komisi, fraksi-fraksi, maupun dari masyarakat yang berkaitan dengan masalah perda.

Penyusunan propemperda di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh perangkat daerah yang membidangi hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal terkait, yaitu instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum; atau instansi vertikal terkait sesuai dengan kewenangan, materi muatan; atau Kebutuhan.

Selanjutnya hasil penyusunan Propemperda diajukan oleh perangkat daerah yang membidangi hukum Kabupaten/Kota kepada Bupati/Walikota melalui sekretaris daerah. Bupati/Walikota kemudian menyampaikan hasil penyusunan Propemperda di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Bapemperda melalui Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota.

Penyusunan Propemperda Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota. Propemperda Kabupaten/Kota ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan Perda Kabupaten/Kota. Penyusunan dan penetapan Propemperda Kabupaten/Kota ini dilakukan setiap tahun sebelum penetapan rancangan Perda tentang APBD Kabupaten/Kota. Penyusunan Propemperda Kabupaten/Kota memuat daftar rancangan Perda Kabupaten/Kota yang didasarkan atas:

  1. perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
  2. rencana pembangunan daerah;
  3. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
  4. aspirasi masyarakat daerah.

Keputusan DPRD tersebut menegaskan pula bahwa perencanaan program pembentukan peraturan daerah atau disebut Propemperda tidak saja sebagai wadah politik hukum di daerah, atau potret rencana pembangunan materi hukum (perda-perda jenis apa saja) yang akan dibuat dalam satu tahun ke depan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta untuk menampung kondisi khusus daerah, tetapi juga merupakan instrumen yang mencakup mekanisme perencanaan hukum agar selalu konsisten dengan tujuan, cita hukum yang mendasari, dan sesuai dengan arah pembangunan daerah.

Selain itu, perencanaan program pembentukan peraturan daerah atau disebut Propemperda juga sangat penting tidak hanya menjadi acuan bagi Pemda dan DPRD untuk menyusun produk hukum daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah namun juga penting bagi masyarakat untuk menatap wajah daerahnya dalam kurun waktu tertentu. Dewasa ini tahu akan masa depannya (predictable) adalah kebutuhan bagi masyarakat modern. Karena itu, maka sebuah Propemperda mempunyai arti yang sangat penting bagi pembentukan produk hukum daerah khususnya dan bagi pembangunan daerah umumnya.

Pembentukan peraturan daerah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

Dalam pembentukan peraturan daerah, ada beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu:

  • Tahapan perencanaan;
  • Tahapan penyusunan;
  • Tahapan pembahasan;
  • Tahapan pengesahan atau penetapan,
  • Tahapan pengundangan, dan
  • Tahapan penyebarluasan

Penyusunan Perencanaan Peraturan Daerah menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Permendagri Nomor 80 Tahun 2015, yang subtansinya antara lain mengenai Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, Susunan Hierarki Peraturan Perundang-undangan, Klasifikasi Urusan Pemerintahan, Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan, Tahapan Pembentukan Perda, yang didalamnya termasuk Program Pembentukan Perda (Propemperda) pada Tahap Perencanaan, Mekanisme Penetapan Propemperda baik usulan Eksekutif maupun DPRD, dan Konsultasi Propemperda Kabupaten/ Kota.

Bencana Lumpur Panas di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2006 Telah menyebabkan tenggelamnya Sebagian wilayah pada tiga kecamatan salah satunya pada kecamatan porong yaitu terdapat 3 kelurahan yang wilayahnya 90 persen terdampak yaitu kelurahan mindi, kelurahan siring dan kelurahan jatirejo.

Pada wilayah kelurahan yang terdampak wilayahnya menyebabkan penyelenggaraan pemerintahan pada kelurahan tersebut pun menjadi lumpuh sehingga pelayanan publik bagi masyarakat pada wilayah tersebut menjadi tidak terlaksana, dan anggaran prioritas pembangun menjadi tidak terserap karena tidak terdapat objek pelaksanaan

Sehingga dengan memperhatikan kondisi geografis, sosiologis, ekonomis pemerintah kabupaten sidoarjo berupaya melakukan Langkah strategis untuk penataan tertib administrasi penyelenggaraan pemerintahan dengan melakukan penataan wilayah melalui penggabungan kelurahan wilayah terdampak dengan wilayah kelurahan yang bersebelahannya dengan mengacu pada pasal 23 ayat 2 huruf c PP 17 tahun 2018 tentang kecamatan

Tujuan Dan Manfaat

  1. Melaksanakan Penertiban Administrasi Kewilayahan Pada Wilayah Kelurahan yang terdampak Lumpur Sidoarjo
  2. Efektivitas Penyelenggaraan Pemerintahan Kelurahan
  3. Mempercepat Pelaksanaan Pelayanan Publik

Dalam proses penggabungan ini, diperlukan peraturan daerah. Itulah yang kemudian menjadi alasan Pemkab bersama DPRD Sidoarjo menyiapkan raperda ini. Selain itu, Pemkab Sidoarjo juga menyiapkan proses kepengurusan dan inventarisir aset bangunan warga yang terdampak bencana lumpur itu. Caranya dengan berkoordinasi bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Kelurahan yang pada wilayahnya terdampak Lumpur Sidoarjo pada Yaitu Pada Kecamatan Porong: Kelurahan Siring, Kelurahan Mindi Kelurahan Jatirejo

Langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Kab. Sidoarjo dalam Penataan Kelurahan

  1. Melakukan koordinasi kepada seluruh penyelenggara pemerintahan kelurahan dan kecamatan
  2. Penyelesaian permasalahan administrasi batas kelurahan
  3. Memohon fasilitasi Pemerintah Pusat melalui Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan dan Pemerintahan Provinsi Biro Adm Pemerintahan
  4. Menyusun Kajian Penggabungan Kelurahan wilayah terdampak lumpur sidoarjo

*) Penulis adalah Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Prodi Ilmu Hukum

**) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kopinspirasi.com

**) Ikuti artikel terbaru Kopinspirasi di Google News dengan cara klik link ini dan jangan lupa difollow.

Artikel Terkait

Tinggalkan komentar